Komunikasi Produktif
Selisih
paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara
penyampaiannya. Maka di tahap awal ini penting bagi kita untuk belajar cara
berkomunikasi yang produktif, agar tidak
mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan, baik kepada diri sendiri, kepada pasangan hidup maupun anak-anak kita.
KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI
Tantangan terbesar dalam komunikasi
adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri. Karena mungkin selama ini
kita tidak menyadarinya bahwa komunikasi diri kita termasuk ranah komunikasi
yang tidak produktif. Kita mulai dari
pemilihan kata yang kita gunakan sehari-hari. Kosakata kita adalah output dari
struktur berpikir dan cara kita berpikir.
Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita
juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya.
Kata-kata anda itu membawa energi,
maka pilihlah kata-kata anda. Kata Masalah gantilah dengan Tantangan. Kata
Susah gantilah dengan Menarik. Kata Aku tidak tahu gantilah Ayo kita cari tahu.
Ketika kita berbicara “masalah” kedua ujung bibir kita turun, bahu tertunduk,
maka kita akan merasa semakin berat dan tidak bisa melihat solusi. Tapi jika
kita mengubahnya dengan “TANTANGAN”, kedua ujung bibir kita tertarik, bahu
tegap, maka nalar kita akan bekerja mencari solusi. Pemilihan diksi (Kosa kata)
adalah pencerminan diri kita yang sesungguhnya.
Pemilihan kata akan memberikan efek
yang berbeda terhadap kinerja otak. Maka kita perlu berhati-hati dalam memilih
kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna. Jika diri kita masih
sering berpikiran negatif, maka kemungkinan diksi (pilihan kata) kita juga
kata-kata negatif, demikian juga sebaliknya.
KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN
Ketika berkomunikasi dengan orang
dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu
yang berbeda dan terima hal itu. Pasangan kita dilahirkan oleh ayah ibu yang
berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda,
belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi
hal lainnya.
Maka sangat boleh jadi pasangan kita
memiliki Frame of Reference (FoR) dan
Frame of Experience (FoE) yang
berbeda dengan kita. FoR adalah cara
pandang, keyakinan, konsep dan tata nilai yang dianut seseorang. Bisa berasal
dari pendidikan ortu, buku bacaan, pergaulan, indoktrinasi dll. FoE adalah serangkaian kejadian yang
dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang. FoE
dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang
datang kepadanya.
Jadi jika pasangan memiliki pendapat
dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR
nya memang berbeda. Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu,
sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya. Komunikasi
yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu menjadi FoE/FoR KITA.
Sehingga ketika datang informasi akan dipahami
secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu, pasangan
akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan. Komunikasi menjadi
bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut
pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.
Pada diri seseorang ada komponen NALAR
dan EMOSI; “Bila Nalar panjang, Emosi kecil; Bila Nalar pendek, Emosi tinggi”. Komunikasi
antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar. Komunikasi yang sarat dengan aspek
emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Maka bila Anda dan pasangan masih
masuk kategori Dewasa --sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka
selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan
untuk problem solving. Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda
sejenak, redakan dulu agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan
baik.
Ketika Emosi berada di puncak amarah
(artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi
disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang
bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.
Ada
beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas
komunikasi Anda dan pasangan:
1.
Kaidah 2C: Clear and Clarify
Susunlah
pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga
mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah
pihak. Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi
(clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.
2.
Choose the Right Time
Pilihlah
waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu
tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan
waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang
diinginkannya, dll.
3.
Kaidah 7-38-55
Albert
Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan
sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan
dampak pada hasil komunikasi. Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil
komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Anda
tentu sudah paham mengenai hal ini, bila pasangan anda mengatakan "Aku
jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya kesana-kemari tak berani menatap
Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata
atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai? Nah, demikian pula
pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai
kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.
4.
Intensity of Eye Contact
Pepatah
mengatakan “mata adalah jendela hati”. Pada saat berkomunikasi tataplah mata
pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur,
tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat
mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi
sesuatu apapun.
5.
Kaidah: I'm responsible for my
communication results
Hasil
dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan. Jika si
penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara
yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya. Perhatikan senantiasa responnya
dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara
komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat
timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.
KOMUNIKASI DENGAN ANAK
Anak–anak itu memiliki gaya komunikasi
yang unik. Mungkin mereka tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak
pernah salah meng copy. Sehingga gaya komunikasi anak-anak kita itu bisa
menjadi cerminan gaya komunikasi orangtuanya. Maka kitalah yang harus belajar
gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak
untuk memahami gaya komunikasi orangtuanya.
Kita
pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua,
sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka. Bagaimana
Caranya ?
a.
Keep Information Short & Simple
(KISS): Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk
Kalimat
tidak produktif :
“Nak,
tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di
mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.
Kalimat
Produktif :
“Nak,
setelah mandi handuknya langsung dijemur ya”
( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan
informasi yang lain)
b.
Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara
ramah
Masih
ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja
ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan
komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi
bahasa tubuh
Kalimat
tidak produktif:
“Ambilkan
buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)
Kalimat
Produktif :
“Nak,
tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut, tersenyum, menatap wajahnya)
Hasil
perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan
buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang
hati.
c.
Katakan apa yang kita inginkan, bukan
yang tidak kita inginkan
Kalimat
tidak produktif :
“Nak,
Ibu tidak ingin kamu ngegame terus sampai lupa sholat, lupa belajar !”
Kalimat
produktif :
“Nak,
Ibu ingin kamu sholat tepat waktu dan rajin belajar”
d.
Fokus ke depan, bukan masa lalu
Kalimat
tidak produktif :
“Nilai
matematikamu jelek sekali,Cuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu ngegame
terus,sampai lupa waktu,lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya
nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar
sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”
Kalimat
produktif :
“Ibu
lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang
bisa ibu bantu? Sehingga kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik
lagi”
e.
Ganti kata “TIDAK BISA” menjadi “BISA”
Otak
kita akan bekerja sesuai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak
akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut.
Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul, maka kita
malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan
sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk
mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA
menjalankannya.
f.
Fokus pada solusi bukan pada masalah
Kalimat
tidak produktif :
“Kamu
itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan
mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan,
rasain sendiri!”
Kalimat
produktif:
“Ibu
sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar
memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di
kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih
dahulu”.
g.
Jelas dalam memberikan pujian dan
kritikan
Berikanlah
pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu
dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan
asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik
pribadi anak tersebut.
Pujian/Kritikan
tidak produktif:
“Waah
anak hebat, keren banget sih”
“Aduuh,
nyebelin banget sih kamu”
Pujian/Kritikan
produktif:
“Mas,
caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima
kasih ya nak”
“Kak,
bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh
sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”
h.
Gantilah nasihat menjadi refleksi
pengalaman
Kalimat
Tidak Produktif:
“Makanya
jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa,
sehingga pagi tinggal berangkat”
Kalimat
Produktif:
“Ibu
dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat
ini, rasanya sedih dan kecewa banget. Makanya ibu selalu mempersiapkan segala
sesuatunya di malam hari menjelang tidur.
i.
Gantilah kalimat interogasi dengan
pernyataan observasi
Kalimat
tidak produktif :
“Belajar
apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?
Kalimat produktif :
“
Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya bahagia sekali di sekolah. Boleh berbagi
kebahagiaan dengan ibu?”
j.
Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan
perasaan dg kalimat yang menunjukkan empati
Kalimat
tidak produktif :
"Masa
sih cuma jalan segitu aja capek?"
kalimat
produktif :
kakak
capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?
k.
Ganti perintah dengan pilihan
Kalimat tidak
produktif :
“
Mandi sekarang ya kak!”
Kalimat
produktif :
“Kak
30 menit lagi kita akan berangkat, mau
melanjutkan main 5 menit lagi, baru
mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua
siap berangkat.
Salam
Ibu Profesional,
/Tim
Bunda Sayang IIP/
Sumber
bacaan:
Albert
Mehrabian, Silent Message : Implicit Communication of Emotions and attitudes, e
book, paperback,2000.
Dodik
mariyanto, Padepokan Margosari : Komunikasi Pasangan, artikel, 2015
Institut
Ibu Profesional, Bunda Sayang : Komunikasi Produktif, Gaza Media, 2014
Hasil
wawancara dengan Septi Peni Wulandani tentang pola komunikasi di Padepokan Margosari
Post a Comment